Salah satu mahasiswi
Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan (FTK) UIN Alauddin Makassar, Aulia Cahyani Putri, mengikuti lomba baca
puisi dalam rangka Semarak Tarbiyah.
Kegiatan tersebut
diadakan pada hari Jumat, 25 Oktober 2024 bertempat di Ruang LT Barat FTK.
Dalam lomba tersebut,
mahasiswi kelas A Angkatan 2022 tersebut membawakan sebuah puisi yang berjudul Simfoni
Pendidikan yang Terluka.
Puisi yang ia buat
sendiri ini menceritakan kualitas pendidikan di Indonesia yang belum merata serta
ajakan untuk sama-sama memperbaiki sistem pendidikan.
Hal ini
dilatarbelakangi oleh pengalamannya saat melakukan Pengabdian Masyarakat di
wilayah terpencil yang ada di Sulawesi Selatan.
Ia menemukan adanya
ketimpangan antara pendidikan di kota dan di daerah; oleh karena itu, ia menulis
puisi yang menjadi sebuah aspirasi perbaikan Pendidikan.
Adapun puisi
tersebut sebagai berikut.
“Simfoni Pendidikan
yang Terluka”
Di antara hiruk
pikuk zaman yang melesat kencang,
Terukir luka di
wajah pendidikan, luka yang teramat berat.
Cita-cita mulia
tersuruk di bawah bayang keserakahan,
Impian tumbang di
hadapan tembok realitas yang angkuh dan keras.
Guru, sang pahlawan
tanpa tanda jasa, kini tersungkur pilu,
Digilas roda sistem
yang kian pekat dalam kelabu.
Gaji tak sepadan,
harapan tak tersampaikan,
Di atas pundaknya
beban menumpuk bagaikan gunung yang tak terkikis zaman.
Murid, tunas bangsa
yang diimpikan tumbuh gemilang,
Tersandung dalam
perangkap sistem yang tak memihak.
Dipaksa menelan
pahitnya kurikulum yang kaku dan tak bernapas,
Dihisap oleh angka,
nilai, yang seolah menelan mereka dalam ambisi tak nyata.
Di sekolah, tempat
suci yang kini menjadi medan perang,
Di mana hanya
mereka yang punya privilese bisa menang.
Kesetaraan hanyalah
bayang-bayang,
Seolah pendidikan
hanya milik yang beruntung dalam undian nasib dunia.
Namun, di balik
duka yang mendera ini,
Ada api kecil yang
tak kunjung padam,
Dalam semangat guru
yang tetap menyala terang,
Dalam perjuangan
siswa yang pantang menyerah meski arus menghadang.
Ada cahaya harapan,
menyusup di celah-celah luka,
Dalam orang tua
yang terus berkorban demi masa depan anak-anaknya.
Dalam komunitas
yang mengingat bahwa pendidikan adalah hak,
Bukan barang
dagangan yang hanya dinikmati mereka yang punya modal.
Marilah kita
bersatu membangun kembali simfoni ini,
Simfoni pendidikan
yang terluka namun tak pernah mati.
Kita genggam
harapan, kita ikat tekad,
Membangun generasi
yang cerdas, berkarakter, dan bermartabat.
Pendidikan bukan
hanya tentang angka dan ranking,
Ia adalah cermin
jiwa, penggali potensi yang tersembunyi dalam diri.
Ia adalah lahan
subur tempat ide-ide bebas berkembang,
Bukan pasar
komoditi yang dikendalikan oleh nilai material semata.
Marilah kita
kobarkan kembali semangat belajar,
Bukan sekadar
mengejar kertas bertinta angka.
Tapi demi jiwa-jiwa
yang utuh, yang mampu menembus batas,
Berkarya untuk
dunia yang lebih adil dan bijaksana.
Simfoni pendidikan,
meski terluka, jangan berhenti bernyanyi,
Biarkan suara kita
menggema di setiap ruang hati.
Bersama kita
ciptakan melodi baru yang sarat makna,
Simfoni pendidikan
yang bercahaya, untuk masa depan yang lebih gemilang.