UIN Alauddin dan Visi Integrasi Ilmu

  • 12:00 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Oleh: Azhar Arsyad (Rektor UIN Alauddin Makassar) Integralisme adalah upaya menyahuti bahwa sejauhmana transformasi institusi yang telah diraih mampu diikuti secara efektif oleh upaya transformasi internal yang justru lebih substansial. Civitas akademika tentunya tidak mengharapkan kesan bahwa UIN yang ada hanya sekadar pergantian kulit dari IAIN dengan mendirikan fakultas umum. Yang didambakan adalah munculnya UIN sebagai ikon integrasi keilmuan dengan output yang mampu menghadirkan kemampuan keilmuan integratif di tengah-tengah masyarakat. "Anda kuliah di mana?" Tanya seorang mahasiswa kepada temannya. Anak yang ditanya menjawab dengan tidak percaya diri: "Di IAIN ji kodong." Jawaban ini pernah menjadi lolucon bagi anak-anak mahasiswa untuk menggambarkan betapa IAIN sering dipandang sebelah mata dan hanya ditempatkan sebagai perguruan tinggi yang meskipun negeri tetapi marginal dan hanya menjadi perguruan tinggi "pelarian". Namun, stigma seperti ini perlahan-lahan menghilang seiring dengan semakin berperannya IAIN dalam kancah intelektual di negeri ini. Terlebih lagi dengan banyaknya alumninya yang telah berhasil merambah sektor hidup yang lebih ?duniawi?, dan juga setelah IAIN mengubah wajah menjadi Universitas. Salah satu konsekuensi logis dari perubahan institut ke universitas, adalah pembukaan fakultas dan program studi umum. Sampai tahun keempat konversi menjadi universitas, sudah dua fakultas umum yang telah didirikan, yaitu Fakultas Sains dan Teknik, dan Fakultas Ilmu Kesehatan. Berbagai program studi umum yang akan menjadi cikal bakal fakultas juga telah dibuka, di antaranya: Ilmu Politik, Sosiologi, Ekonomi, Komunikasi, Manajemen, dan Jurnalistik. Output Integralistik Dengan keberadaan fakultas dan program-program studi umum ini yang terus dibenahi dan ditambah jumlahnya, UIN berupaya untuk mencetak alumni yang tidak terbatas pada penguasaan ilmu-ilmu agama, seperti trademark yang dimiliki sebelumnya, tetapi juga memiliki kemampuan dalam bidang keilmuan yang lebih umum, termasuk dalam aspek kejuruan. Kesan yang diharapkan bahwa mahasiswa dan alumninya adalah sama dengan jebolan beberapa perguruan tinggi umum di tanah air yang melahirkan teknokrat dan pemikir, tetapi dengan karakteristik nilai keislaman yang mendalam. Harapan dari hasil perpaduan di atas adalah adanya terobosan pencetakan alumni yang memiliki nilai plus, yaitu alumni yang tidak terjebak pada dualisme keilmuan, ilmu umum dan ilmu agama, tetapi memiliki keilmuan yang integralistik, pengembangan keilmuan yang selalu diwarnai dengan nilai religi yang kental. Ketika seorang mahasiswa atau alumni berbicara tentang fenomena alam yang dikaji dalam ilmu fisika, maka pada saat yang sama, ia menghubungkannya dengan konsep sunnatullah ajaran Islam. Seorang output universitas Islam yang mampu membuka bengkel mesin, maka pada waktu dan ruang yang sama, juga diharapkan mampu mendirikan bengkel akhlak. Artinya, ketika terjadi perbaikan atau penggantian suku cadang kendaraan, montirnya sedikitpun tidak berpikir pada upaya penipuan misalnya, mark-up harga atau penggunaan barang-barang yang asli tapi palsu. Yang jelas arah dari transformasi dari institut ke universitas, alumni yang dihasilkan adalah yang siap berjibaku langsung dengan pasar masyarakat. Dengan perluasaan skop penjelajahan intelektualitasnya, program studi agama yang sudah mapan, juga akan ikut melakukan akselerasi pembenahan keilmuan yang integratif. Sehingga outputnya tidak saja bisa mengisi masjid-masjid dan majelis taklim untuk kebutuhan pencerahan spiritualitas, tetapi di luar bangunan masjid, mereka juga bergiat pada upaya-upaya pencerahan intelektualitas sambil membawa semangat masjid. Dengan upaya ini, output UIN Alauddin akan mampu tampil sebagai pemikir dan pelaku pembangunan yang pijakan kakinya selalu di atas tanah yang disemangati oleh masjid. Satu tugas penting kepemimpinan UIN untuk menilai sejauhmana wacana integrasi ilmu terserap adalah memikirkan pembukaan Fakultas Kedokteran. Dokter dianggap sebagai tugas suci yang mempunyai nilai kemanusiaan yang tinggi. Namun profesi dokter sewajarnya dibarengi dengan pemaknaan nilai kemanusiaan yang mendalam. Pada aspek inilah peran ilmu agama sangat dibutuhkan untuk memproduksi dokter dengan wawasan keagamaan yang mumpuni. Sehingga dokter yang tercipta bukan hanya mampu mengobati fisik pasien tetapi yang paling utama adalah mensinergikan pengobatan mental dan sisi spiritualitas pasien. Persoalan-persoalan inilah membuat UIN Alauddin dituntut segera menyahutinya untuk menyiapkan pendirian Fakultas Kedokteran. Saat ini, UIN terus menambah rekrutmen dokter dari tahun ke tahun dan mudah-mudahan tidak terlalu lama masanya, UIN sudah bisa merealisasikan pendirian Fakultas Kedokteran tersebut. Faktor Penunjang Mewujudkan Visi UIN Alauddin melalui Projek Manajemen Unit (PMU) baru saja melakukan ground beraking, yakni pemancangan tiang pertama pembangunan fisik secara besar-besaran di kampus I dan II yang dilakukan bersama dengan Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Selatan. Gedung-gedung yang akan segera dibangun adalah 11 gedung perkuliahan berlantai empat di kampus II Samata Gowa dan satu Gedung berlantai tujuh di kampus I Gunungsari, yang akan dijalankan dan dirampungkan oleh Perumahan Persero (PP) selama 14 bulan. Di samping pembangunan dari hasil bantuan Islamic Development Bank (IDB) tersebut, kampus II telah menikmati bangunan Masjid atas bantuan dari putera Raja Suud. UIN juga telah mendapatkan persetujuan anggaran dari pemerintah pusat untuk mendirikan Rumah Susun Sewa (Rusunawa), dengan bekerja sama Kementerian Negara Perumahan Rakyat. UIN berharap bahwa semua upaya-upaya pembenahan fisik kampus di atas, diharapkan untuk menghilangkan kesan-kesan kumuh dan marginal yang sering dilekatkan ke kampus-kampus berlabel agama. UIN tentunya sadar bahwa untuk menciptakan image positif lembaga kita, dibutuhkan upaya ?branding? yang luar biasa, termasuk dengan memasarkan ke berbagai media terhadap kerja dan capaiannya selama ini. Salah satu upaya nyata, UIN mewujudkan kerja sama dengan Harian Fajar untuk penulisan kolom opini tiap hari Jumat guna memberi ruang bagi dosen-dosen dan alumni UIN untuk menulis yang tentunya terkait dengan visi UIN sebagai pusat keunggulan akademik dengan ciri ilmu pengetahuan dan agama yang terintegrasi. Pengembangan fisik dan upaya image building, tentunya harus diimbangi dengan upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui berbagai macam upgrading dan training. Buah dari upaya ini adalah dengan realisasi berbagai kerja sama akademik dengan perguruan tinggi maju di dunia. UIN telah mengirim dosen-dosen ke berbagai negara untuk program sandwich dan post-doctoral. Sepanjang tahun 2008, telah dikirim sedikitnya 45 orang ke luar negeri seperti Mesir, Arab Saudi, Iran, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Malaysia dan Singapura. UIN akan terus berupaya meningkatkan kualitas pengiriman dosen-dosen pada tahun berikutnya, termasuk rencana untuk mengikutkan pelatihan bahasa dosen-dosen di luar negeri, yang pada tahun ini sudah terlaksana dengan baik di UIN dan di Indonesia Australia Language Foundation (IALF) Bali. Bahkan pimpinan UIN Alauddin telah mencoba menjajaki kerja sama dengan beberapa universitas paling kesohor di dunia, Harvard University dan Cornell University di Amerika Serikat dan pihak mereka menunjukkan sikap positif dengan penjajakan kerja sama ini. Seiring dengan pembenahan kerja sama pengembangan kecerdasan intelektual di atas, UIN melihat bahwa pembenahan spiritualitas sebagai faktor terpenting pengembangan SDM. Untuk mewujudkannya, UIN telah menjalin kerja sama dengan lembaga profesional, ESQ leadership Center, yang didirikan oleh Ary Ginanjar, dan kerja sama berupa training secara teratur kepada civitias akademika, sudah terlaksana dengan baik. Ini semua dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja UIN Alauddin dalam mengemban visi dan misinya di tengah percaturan dunia pendidikan yang semakin tajam. Karena sebaik apapun fisik kampus, namun jika SDM yang ada di dalamnya lemah, maka bangunan yang megah tentu tidak memiliki makna apa-apa dan ide integralisme hanya menjadi slogan belaka. Tantangan ke Depan Mengusung obsesi integrasi keilmuan bukanlah pekerjaan yang ringan dan tentunya membutuhkan kerja keras yang lahir dari komitmen yang tinggi. Tantangannya adalah, pertama dari segi substansi keilmuan, yaitu sejauhmana upaya UIN bisa melakukan integrasi yang efektif antara ilmu kewahyuan (revealed knowledge) yang juga sering disebut ilmu agama dan acquaired knowledge (ilmu perolehan) yang sering disebut ilmu umum. Apakah model integrasi itu hanya akan berada pada level simbolik institusi atau akan diterjemahkan secara efektif ke program studi yang diadakan. Sejauhmana upaya-upaya konkret fakultas umum UIN Alauddin mampu menerjemahkan kurikulum pendidikan umum yang integral dengan ajaran-ajaran Islam. Dengan kata lain, sejauhmana pelajaran yang berbasis ilmu umum itu bisa disinergikan. Upaya nyata yang telah dilakukan untuk menyahuti tantangan di atas adalah dengan penguatan sosialisasi visi ke seluruh civitas akademika setiap saatnya untuk membangun komitmen bersama merajut cita-cita tersebut. UIN juga senangtiasa mengaktifkan pembekalan, pelatihan dan seminar-seminar integrasi keilmuan sampai skala internasional. Di samping itu, UIN terus menggarap buku dasar yang terintegrasi untuk menjadi rujukan berbagai mata kuliah. Dosen diberi ruang untuk saling mendampingi di dalam kelas guna membantu menciptakan wawasan integratif mahasiswa. Akhirnya, mencermati transformasi UIN dengan visi integrasi keilmuan adalah bagian dari upaya untuk meresponi pasang surut perjalanan panjangnya, dan hasilnya secara nyata memang terlihat. Minat mahasiwa untuk belajar di UIN meningkat, seiring dengan pembenahan fisik kampus dan penggemblengan SDM.