Kontroversi Maulid Nabi dan Barzanji

  • 12:00 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Laporan: Ahmad M Sewang (Direktur PPs UIN Alauddin Makassar) Maulid dan Barzanji bagi sebagian masyarakat muslim Indonesia bagai dua sisi dari satu mata uang. Keduanya tidak terpisahkan, terutama pada masyarakat muslim tradisional. Maulid tidak meriah tanpa Barzanji dan Barzanji adalah bagian dari peringatan Maulid itu. Sebelum kita membahas lebih jauh, maka lebih dahulu kita perlu menyamakan persepsi dengan membatasi pengertian kedua kata itu. Maulid berasal dari bahasa Arab, yang artinya waktu kelahiran. Maulid diartikan sebagai peringatan hari kelahiran yang dalam bahasa Indonesia modern disebut natal. Sehingga kata Dies Natalis yang biasa dinisbahkan pada hari jadi sebuah perguruan tinggi biasanya diterjemahkan dengan kata "milad". Jadi, Maulid Nabi Muhammad saw berarti peringatan hari ulang tahun kelahiran Nabi yang jatuh setiap 12 Rabi al-Awal. Barzanji adalah kitab sastra yang berisi sejarah Nabi dimulai dari kelahiran sampai wafatnya. Barzanji ditulis oleh Jafar ibn Hasan ibn Muhammad al-Barzanji yang berasal dari Kurdi. Ia lahir awal abad ke-17, tepatnya bulan Zul Hijah 1126/Desember 1714. Buku Barzanji berbentuk prosa liris terdiri atas 361 ayat dan dibagi 19 bab. Antara bab yang satu dengan bab yang lain diselingi semacam doa dan salawat yang berbunyi, "Harumkanlah wahai Allah akan kuburnya yang mulia dengan harum-haruman yang semerbak dari rahmat dan kesejahteraan." Pro Kontra Maulid Peringatan Maulid yang mentradisi di kalangan kaum muslim tidak pernah dilaksanakan, baik di masa Nabi, masa Khulafa al-Rasyidin, ataupun masa Tabiin. Maulid Nabi diperingati pertama kalinya pada Dinasti Ayyubiyah pada abad V H/XI M, di bawah pemerintahan Khalifah Salahuddin al-Ayyubi. Dari sini, dapat dipahami jika sebagian ulama ada yang tidak setuju melaksanakannya. Mereka berpandangan bahwa peringatan maulid adalah termasuk bid'ah yang dilarang agama. Pendapat semacam ini dikemukakan oleh ulama Saudi al-Syekh Abd al-Aziz bin Abdullah bin Baz dalam bukunya Fatawa Muhimmat li Umum al-Ummah. "Tidak boleh memperingati maulid Nabi, karena peringatan semacam itu adalah bid'ah dalam agama. Nabi dan para sahabat tidak pernah mencontohkannya. Padahal merekalah yang paling mengetahui masalah agama." Pendapat beliau didasarkan pada HR Sunan al-Nasai. Berbeda bagi para ulama yang pro, mereka berpandangan, sekalipun peringatan maulid tidak pernah dilaksanakan Nabi dan para sahabatnya, tetapi, Nabi tidak pernah menganjurkan atau pun melarang untuk memperingatinya. Sehingga, memperingatinya tidaklah secara otomatis bisa dikategorikan sebagai bid'ah yang diharamkan. Untuk itu, diperlukan pemahaman tentang apa yang dimaksud bid'ah oleh Nabi. Bid'ah adalah sesuatu yang baru setelah Nabi yang menyangkut masalah ibadah mahdah, seperti salat, puasa, haji dan ibadah ritual lainnya. Nabi bersabda, "Salatlah sebagaimana engkau melihat saya salat." HR Bukhari. Sebagai ibadah mahdah, pelaksanaan salat di mana dan kapan pun harus persis sama dengan Nabi; tidak boleh ada penambahan atau pengurangan. Penambahan atau pengurangan terhadap ibadah mahdah adalah bid'ah yang hukumnya adalah haram. Sedang ibadah gair mahdah atau ibadah sosial yang menyangkut pengembangan kebudayaan, justru berlaku sebaliknya, perlu pembaharuan dan inovasi agar umat Islam tidak tertinggal atau ditinggalkan oleh umatnya sendiri. Inovasi dalam bidang kebudayaan, justru dianjurkan oleh Nabi. Bagi pro maulid menolak anggapan jika Nabi tidak pernah memperingati maulidnya. Bahkan Nabi memperingatinya setiap minggu, hanya saja terdapat nuansa perbedaan dengan yang dilakukan sekarang. Nabi lebih menonjolkan pada ibadah ritual, sedang kaum muslim sekarang lebih menonjolkan ibadah sosialnya. Dalam sebuah hadis dikemukakan, "Ketika ditanya tentang berpuasa pada hari Senin, Nabi menjawab, Itu adalah hari kelahiran saya, dan pada hari itu pula wahyu diturunkan pada saya." Pro Kontra Barzanji Barzanji dijadikan oleh masyarakat pendukungnya sebagai buku sakral. Perhatian terhadapnya terkadang melebihi Alquran al-Karim. Ia dihafal dan dibaca dalam setiap upacara seremonial, seperti upacara siklus hidup: kelahiran, pengantin, kematian, naik rumah, berangkat mencari rezeki, naik Mekkah, dan sebagainya. Sekalipun bagi orang yang menghafalnya, belum tentu mengetahui maknanya. Ketidaktahuan arti Barzanji, justru menambah daya magis padanya, kemudian memitoskannya, "Tanpa bacaan Barzanji tidaklah beberkah sebuah aktivitas," demikian kepercayaan sebagian masyarakat. Kepercayaan semacam ini dianggap sebagai pelanggaran akidah yang menyebabkan sebagian ulama mengharamkannya. Belum lagi kandungannya yang sebagian bersifat fiksi daripada menyuguhkan peristiwa historis yang faktual. Dalam Bab III, misalnya, Jafar melukiskan Nabi ketika masih dalam kandungan, "Buah-buah menjadi masak dan pohon pun mendekati bagi orang yang akan memetiknya. Setiap binatang suku Quraisy bisa bercakap dalam bahasa Arab yang fasih." Bacaan berikutnya dilanjutkan sambil para peserta upacara Barzanji berdiri sebagai penghormatan atas kelahiran beliau, dengan membacakan, "Wajahmu bagaikan matahari yang menyinari. Yang karenanya malam menjadi terang benderang ." Bagi ulama yang kontra berpendapat bahwa upacara semacam ini adalah bid'ah dalalah. Karena itu pembacaan dan peredaran kitab Barzanji perlu dilarang. Berbeda bagi ulama yang pro, mereka berpandangan, Barzanji adalah buku sastra yang berisi biografi Nabi Muhammad saw. Pembacaan Barzanji dalam berbagai kesempatan adalah tradisi yang baik (sunatan hasanah) untuk mengingatkan kita agar meneladani pribadi Rasulullah saw. Umat Islam memiliki tingkatan variasi dalam penghayatan keagamaan. Di antara mereka ada yang masih berada pada tingkat tradisional yang perlu diwadahi. Cara paling baik untuk memperkenalkan sirah nabawiyah adalah melalui pembacaan kitab Barzanji. Ia adalah kitab sastra yang mengandung ungkapan simbolik, tidak bisa diartikan secara tekstual. Ia berisi ungkapan simbolik dengan imajinasi tinggi seorang seniman yang bernama Jafar al-Barzanji. Sama dengan ungkapan seniman, Ebet G. Ade, "Bertanyalah kepada rumput yang bergoyang." Analisis terhadap Maulid dan Barzanji Ajaran Islam memperlihatkan hukum perimbangan antara yang subut (tetap) dan tatawwur (berkembang). Hukum ibadah mahdah adalah subut, tidak boleh ada inovasi dan pembaharuan, sedang hukum ibadah sosial atau muamalah kemasyarakatan adalah tatawwur, harus ada inovasi dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Sehubungan dengan itu, para ulama menetapkan sebuah kaidah, "Hukum dasar dalam ibadah (mahdah) adalah haram, kecuali ada dalil sebaliknya (yang menghalalkannya). Sedang ibadah sosial (gair mahdah) adalah boleh, kecuali ada dalil sebaliknya (yang mengharamkannya)." Peringatan Maulid Nabi termasuk ibadah sosial yang memiliki nilai-nilai positif sebagai sarana untuk memperkenalkan syiar Islam. Peringatan Maulid Nabi bukanlah sesuatu yang bid'ah, justru perlu ditradisikan sebagai sarana dakwah Islam. Kecuali jika dalam peringatan itu, terdapat hal-hal yang bertentangan dengan esensi ajaran Islam, maka tentu saja tidak diperbolehkan. Tetapi, bukan peringatannya yang dilarang, melainkan isi amalan dalam peringatan itu yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. Sampai sekarang dunia Islam terbelah dua dalam menyikapi peringatan Maulid Nabi. Arab Saudi adalah pelopor negara yang tidak memperkenankan peringatan maulid nabi. Sedang negara Islam lainnya, seperti Maroko, Libya, Iran, dan Indonesia mewakili dunia muslim yang setiap tahun memperingatinya. Barzanji adalah buku sastra yang memuat sejarah biografi Nabi. Ia ditulis sesuai dengan setting sosial di masanya. Sebagai karya sastra kitab Barzanji perlu mendapatkan apresiasi. Wallahu 'alam bissawab!